Awal Cerita: KKN yang Seharusnya Penuh Kenangan
Hari itu, Selasa siang, 4 November 2025, langit di atas Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, tampak biasa saja. Tak ada tanda-tanda bahwa sesuatu yang tragis akan terjadi. Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang yang sedang menjalankan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa itu, memutuskan untuk beristirahat sejenak setelah seharian berkegiatan bersama warga.
Sekitar pukul 13.30 WIB, 15 mahasiswa UIN Walisongo berjalan ke arah Sungai Jolinggo, sungai yang alirannya membelah pedesaan dengan airnya yang sejuk. Mereka hanya ingin bermain air, melepas penat, dan menikmati kebersamaan di sela-sela rutinitas pengabdian. Tak ada yang menyangka, tawa siang itu akan berubah menjadi tangisan duka.
Detik-Detik Kejadian: Arus Sungai yang Mendadak Mengamuk
Awalnya, suasana begitu tenang. Beberapa mahasiswa turun ke sungai, sebagian duduk di bebatuan, dan lainnya asyik bercanda. Tapi situasi berubah drastis hanya dalam beberapa menit. Dari arah hulu, arus sungai tiba-tiba meningkat deras — efek dari hujan lebat yang mengguyur daerah pegunungan sebelumnya.
Dalam hitungan menit, air yang semula dangkal berubah menjadi arus kuat yang menggila. Mahasiswa yang masih berada di tengah sungai terseret tanpa sempat berpegangan. Jeritan minta tolong terdengar di antara gemuruh air yang semakin beringas.
Sembilan orang berhasil berenang ke tepi, memanjat bebatuan, atau ditarik teman mereka yang sudah lebih dulu menyadari bahaya. Namun enam lainnya — tak seberuntung itu. Mereka hanyut terbawa arus yang begitu deras dan dinyatakan hilang.

Panik dan Pertolongan Pertama dari Warga
Warga sekitar yang mendengar teriakan langsung berlari menuju sungai. Tanpa pikir panjang, beberapa orang melompat ke air mencoba membantu. Namun derasnya arus membuat upaya penyelamatan sangat sulit. Dalam keadaan panik, warga segera menghubungi tim SAR gabungan untuk meminta bantuan.
Tak lama kemudian, personel dari Basarnas, BPBD Kendal, relawan, dan aparat desa tiba di lokasi. Proses pencarian dimulai secepat mungkin, namun kondisi medan dan derasnya arus membuat operasi malam itu berjalan penuh tantangan.
Hari Pertama Pencarian: Harapan dan Kecemasan
Selasa malam menjadi malam penuh kecemasan. Warga, teman-teman KKN, dan keluarga korban berkumpul di tepi sungai. Semua berharap keajaiban datang. Tim SAR terus menyisir tepian sungai dengan lampu sorot dan perahu karet, menyisir setiap jengkal area yang mungkin menjadi titik korban tersangkut.
Namun, hingga larut malam, tak satu pun dari enam korban ditemukan. Arus sungai yang terus berubah arah membuat tim harus menunda pencarian hingga pagi hari.
Hari Kedua: Satu per Satu Korban Ditemukan
Pagi harinya, Rabu, 5 November 2025, pencarian kembali dilanjutkan dengan kekuatan penuh. Cuaca yang cerah sedikit membantu proses evakuasi. Tim SAR memperluas area pencarian hingga radius beberapa kilometer dari lokasi kejadian (LKK).
Sekitar siang hari, tiga jenazah pertama ditemukan tak jauh dari titik awal. Proses evakuasi berlangsung penuh haru. Teman-teman korban yang menyaksikan langsung tak kuasa menahan air mata. Setiap kali satu jenazah diangkat, tangis pecah di tepian sungai.
Identitas Korban yang Ditemukan
Tak lama setelah itu, tim SAR kembali menemukan dua korban lainnya, masing-masing atas nama Bima Pranawira dan Muhammad Jibril Asyarafi. Keduanya ditemukan di lokasi berbeda — Bima sekitar 150 meter dari tempat kejadian, sementara Jibril ditemukan 3,5 kilometer dari lokasi awal hanyut.
Tim SAR mengonfirmasi bahwa arus bawah Sungai Jolinggo cukup kuat, sehingga tubuh korban terbawa jauh ke hilir. Setiap penemuan selalu disambut doa, haru, dan isak tangis.
Korban Terakhir: Nabila Yulian Dessi Pramesti
Pencarian terus dilakukan tanpa henti. Tim gabungan menelusuri area sungai sejauh mungkin, bahkan hingga ke daerah yang cukup berbahaya. Malam mulai turun ketika kabar duka terakhir datang. Sekitar pukul 21.50 WIB, korban terakhir, Nabila Yulian Dessi Pramesti, ditemukan sekitar 10 kilometer dari lokasi awal kejadian.

Suasana di lokasi sontak hening. Semua relawan berdiri mematung, sebagian menunduk berdoa. Nabila menjadi penutup dari pencarian dua hari penuh perjuangan itu — sebuah tragedi yang meninggalkan luka mendalam bagi banyak orang.
Kampanye Kemanusiaan dan Duka Kampus
Kabar tenggelamnya mahasiswa UIN Walisongo ini cepat menyebar luas, baik di media sosial maupun media nasional. Kampus pun langsung bergerak cepat. Pihak rektorat dan dosen pembimbing KKN turun langsung ke lokasi untuk mendampingi keluarga korban dan memastikan proses identifikasi berjalan dengan lancar.
Dalam pernyataan resminya, pihak kampus menyampaikan belasungkawa mendalam atas kejadian tersebut. Mereka berjanji akan melakukan evaluasi terhadap seluruh kegiatan KKN, terutama yang berkaitan dengan aktivitas di area berisiko.
“Ini adalah duka seluruh civitas akademika. Kami kehilangan anak-anak terbaik kami. Kami berjanji akan mendampingi keluarga korban dan memastikan peristiwa serupa tak terulang,” ujar salah satu pejabat kampus dalam konferensi pers.
Kesedihan Rekan KKN dan Warga Sekitar
Rekan-rekan korban yang masih menjalankan KKN di Desa Getas tampak sangat terpukul. Beberapa dari mereka bahkan masih trauma berat dan kesulitan tidur setelah kejadian itu. “Kami cuma ingin main sebentar, nggak nyangka akan berakhir seperti ini,” ucap salah satu mahasiswa dengan suara bergetar.
Warga Desa Getas pun turut berduka. Mereka menyebut, meskipun Sungai Jolinggo tampak tenang, arus bawahnya terkenal kuat terutama saat hujan di daerah hulu. “Sudah sering kami ingatkan agar hati-hati kalau main di sungai ini,” kata seorang warga setempat.
Upaya Evakuasi: Kerja Sama Tim SAR dan Relawan
Pencarian para korban melibatkan berbagai unsur — mulai dari Basarnas, BPBD, Tagana, relawan desa, hingga TNI dan Polri. Mereka bekerja siang dan malam, menelusuri setiap kemungkinan dengan perahu karet dan alat pencari bawah air. Tak jarang, mereka harus menuruni tebing curam dan melawan derasnya arus demi menemukan para korban.
Koordinator lapangan Tim SAR mengatakan bahwa tantangan terbesar ada pada medan yang curam dan arus yang tidak stabil. Selain itu, cuaca yang berubah-ubah juga membuat proses pencarian sempat tertunda beberapa kali.
Namun semangat para relawan tak pernah padam. “Kami semua ingin membawa mereka pulang, apapun kondisinya,” ujar salah satu anggota SAR dengan suara berat.
Reaksi Masyarakat dan Dunia Maya
Begitu berita ini menyebar, tagar #DukaUINWalisongo sempat menjadi trending di media sosial. Warganet dari berbagai daerah mengirim doa dan dukungan bagi keluarga korban. Banyak juga yang mengapresiasi kerja keras tim SAR yang berjuang tanpa lelah selama dua hari penuh.
Beberapa unggahan dari rekan kampus dan dosen pembimbing menjadi viral. Mereka membagikan foto-foto kegiatan KKN sebelum kejadian — penuh tawa, semangat, dan kebersamaan. Kini semua itu berubah menjadi kenangan yang tak akan terlupakan.
Evaluasi dan Refleksi: Pelajaran dari Tragedi Jolinggo
Tragedi di Sungai Jolinggo Kendal menjadi pengingat pahit bagi semua pihak. Bahwa kegiatan luar ruangan, betapapun sepele kelihatannya, selalu menyimpan risiko. Alam memiliki kekuatan yang tak bisa diprediksi.
Kampus berkomitmen untuk memperketat standar keselamatan KKN, termasuk pembekalan tentang mitigasi bencana dan keselamatan di alam terbuka. Sementara warga Desa Getas berencana memasang papan peringatan di sepanjang tepi sungai agar masyarakat lebih waspada.
Penutup: Duka yang Mengalir Bersama Sungai
Kini Sungai Jolinggo kembali tenang, seolah menyembunyikan kisah pilu yang baru saja terjadi. Tapi di hati keluarga, teman, dan seluruh civitas akademika UIN Walisongo, duka itu akan selalu mengalir — bersama kenangan akan enam mahasiswa yang gugur dalam pengabdian.
Mereka datang untuk belajar, berbagi, dan mengabdi. Namun takdir berkata lain. Tragedi ini bukan hanya tentang kehilangan, tapi juga tentang bagaimana semangat kebersamaan, cinta pada masyarakat, dan keberanian akan terus hidup dalam ingatan semua orang.













