Awal Kisah di Taman Pakui: Hari Bahagia yang Berubah Jadi Mimpi Buruk
Pagi itu, Minggu (2/11/2025), suasana di Taman Pakui, Makassar, tampak seperti biasa. Anak-anak bermain riang, orangtua bercengkerama, dan matahari menebarkan kehangatan. Di antara keramaian itu, Bilqis Ramadhani, bocah kecil asal Makassar, tengah bermain sambil ditemani kedua orangtuanya. Tak ada yang aneh. Tak ada firasat buruk.
Namun segalanya berubah ketika jam menunjukkan pukul 10.00 WITA. Saat kedua orangtuanya yang sedang bermain tenis mencari keberadaan Bilqis, anak kecil itu sudah tak terlihat. Panik pun pecah. Mereka berlari ke seluruh area taman, memanggil-manggil namanya, menanyakan ke pengunjung lain — tapi Bilqis seolah lenyap begitu saja.
Pencarian itu berlangsung berjam-jam tanpa hasil. Hingga akhirnya, dengan hati hancur, keluarga Bilqis memutuskan melapor ke Polrestabes Makassar. Itulah awal dari drama penyelamatan yang mengguncang hati banyak orang.
Jejak Mengerikan: Dari Makassar, Dijual ke Yogyakarta, Lalu Jambi
Beberapa hari setelah laporan masuk, tim Satreskrim Polrestabes Makassar mulai menelusuri kasus ini. Dari hasil penyelidikan, muncul fakta mencengangkan — Bilqis ternyata tidak sekadar diculik, tapi dijual.
Ya, bocah polos itu dijual dari Makassar ke Yogyakarta, lalu berpindah lagi ke Jambi dengan harga Rp 80 juta. Jumlah uang yang mungkin tampak besar bagi pelaku, tapi sama sekali tak bisa menebus derita seorang anak kecil yang kehilangan pelukan ibunya.
Polisi bergerak cepat. Pelaku pertama berhasil ditangkap di Makassar. Namun, dari pemeriksaan, terungkap bahwa Bilqis sudah berpindah tangan ke pelaku lain di Yogyakarta. Tak menunggu lama, tim berangkat ke Yogyakarta dan berhasil menangkap pelaku berikutnya. Tapi, lagi-lagi, Bilqis sudah tak ada di sana.
Pengejaran Tak Kenal Lelah: Tujuan Terakhir, Jambi
Setelah ditelusuri lebih jauh, jejak Bilqis mengarah ke sepasang pelaku di Jambi: Ade Friyanto Syaputera dan Mery Ana. Kedua nama itu kemudian menjadi target utama operasi gabungan polisi.
Berbekal informasi dari pemeriksaan pelaku sebelumnya, tim Satreskrim Polrestabes Makassar berkoordinasi dengan Polda Jambi. Mereka melacak keberadaan pasangan tersebut hingga ke Kota Sungai Penuh. Pada Jumat (7/11/2025), upaya itu akhirnya membuahkan hasil — Mery dan Ade ditangkap di sebuah penginapan.
Dalam pemeriksaan, keduanya mengaku telah menjual Bilqis kepada seorang warga di Kabupaten Merangin, Jambi, dengan harga Rp 80 juta. Pengakuan itu membuka jalan baru dalam pencarian Bilqis yang hingga saat itu belum diketahui keberadaannya.
Menyusuri Pedalaman: Bilqis di Kawasan Suku Anak Dalam
Dari keterangan pelaku, polisi mendapatkan informasi penting: Bilqis dibawa ke wilayah Suku Anak Dalam — komunitas adat yang hidup di pedalaman Jambi. Wilayah ini bukan tempat yang mudah dijangkau. Untuk masuk ke sana, polisi tak hanya butuh kekuatan, tapi juga pendekatan budaya.
Tim gabungan pun bergerak dengan hati-hati. Mereka berkomunikasi dengan tokoh adat setempat, termasuk temenggung, yang merupakan tetua suku. Proses ini bukan hal instan. Dibutuhkan waktu, rasa hormat, dan pendekatan penuh empati agar masyarakat adat mau membantu.
“Kemudian kita telusuri dan melakukan pendekatan terhadap temenggung (tetua adat Suku Anak Dalam) untuk mengembalikan Bilqis,” kata Kasat Reskrim Polres Merangin Iptu Eka Putra Yuliesman Koto, Minggu (9/11/2025).
Pendekatan itu akhirnya membuahkan hasil luar biasa. Bilqis ditemukan dalam kondisi selamat. Tubuh kecilnya lelah, tapi tanpa tanda kekerasan. Ia kemudian dibawa ke Polda Jambi, sebelum akhirnya diterbangkan kembali ke Makassar.
Suasana Haru di Makassar: Bilqis Pulang ke Pelukan Keluarga

Minggu siang, sekitar pukul 14.15 WITA, halaman Polrestabes Makassar mendadak ramai. Sebuah mobil polisi berhenti, dan dari sana, Bilqis turun dengan wajah polos dan tatapan tenang. Begitu melihatnya, keluarganya tak mampu menahan air mata.
“Alhamdulillah, alhamdulillah, adami Bilqis kasian (Bilqis sudah pulang),” seru seorang perempuan dari pihak keluarga dengan suara bergetar. Tangis pecah, memecah keheningan sore itu. Setelah hampir seminggu penuh ketakutan dan doa, Bilqis akhirnya kembali ke pelukan ibunya.
Setibanya di Polrestabes, Bilqis langsung diperiksa oleh tim medis dan UPTD PPA Makassar. Hasilnya melegakan — tidak ada tanda-tanda kekerasan. Kondisi fisik dan mentalnya terpantau baik.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menjelaskan,
“Alhamdulillah anaknya sudah ditemukan tadi malam. Sudah dicek kesehatannya, dan tidak ada tanda-tanda penganiayaan. Kondisinya juga baik, secara psikologis juga sudah dicek, mudah-mudahan tidak mengalami trauma.”
Proses Penyerahan: Simbol Kemenangan dan Harapan
Setelah proses pemeriksaan selesai, Bilqis akhirnya resmi diserahkan kembali kepada orangtuanya. Momen itu berlangsung sederhana tapi penuh makna. Di hadapan polisi dan keluarga, tangis haru kembali pecah.
“Tadi di depan kami dari Polrestabes menyerahkan anaknya kembali ke orangtuanya. Untuk dibawa segera ke rumah. Kita berharap tidak ada lagi kejadian seperti ini,” ujar Kombes Arya Perdana.
Bagi orangtua Bilqis, momen itu adalah akhir dari mimpi buruk. Namun bagi polisi, kasus ini menjadi pintu masuk untuk membongkar jaringan perdagangan anak lintas provinsi yang masih terus diusut hingga sekarang.
Penyelidikan Berlanjut: Mengurai Jaringan TPPO
Meski Bilqis sudah selamat, penyelidikan belum selesai. Polisi masih menelusuri jaringan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) yang diduga beroperasi di beberapa daerah. Kasus Bilqis menjadi bukti betapa terorganisirnya praktik kejahatan ini — dengan rantai panjang mulai dari perekrut, penjual, hingga pembeli.
Setiap pelaku yang tertangkap membuka potongan baru dari puzzle besar ini. Polisi berkomitmen untuk menuntaskan kasusnya, memastikan tak ada lagi anak-anak lain yang menjadi korban perdagangan manusia.
Ucapan Terima Kasih dari Keluarga: Doa yang Dikabulkan
Di tengah keramaian media dan aparat, Dwi Nursam, ayah Bilqis, tak mampu menyembunyikan rasa harunya. Wajahnya lelah, tapi senyumnya penuh syukur.
“Alhamdulillah, terima kasih banyak atas semua bantuan dan doa teman-teman semua, termasuk Polrestabes Makassar dan tim gabungan,” ujarnya dengan suara pelan namun penuh makna.
Ucapan itu sederhana, tapi di baliknya tersimpan rasa lega dan terima kasih mendalam — bukan hanya kepada polisi, tapi juga kepada semua pihak yang ikut membantu hingga Bilqis bisa pulang dalam keadaan selamat.
Lebih dari Sekadar Kasus: Pelajaran untuk Kita Semua
Kisah Bilqis adalah pengingat keras bagi kita semua bahwa kejahatan bisa terjadi di mana saja, kapan saja, bahkan di tempat yang dianggap paling aman — taman bermain anak. Satu detik lengah bisa mengubah hidup seseorang selamanya.
Kasus ini juga menyoroti betapa pentingnya kewaspadaan orangtua dan dukungan masyarakat dalam mencegah tindak kejahatan terhadap anak. Sebab, di balik setiap tragedi seperti ini, selalu ada luka yang sulit disembuhkan.
Harapan Baru: Bilqis dan Masa Depan yang Lebih Cerah
Kini, Bilqis sudah kembali di rumah. Ia mungkin masih belum mengerti sepenuhnya apa yang terjadi, tapi cinta keluarga akan menjadi obat terbaik untuk menyembuhkan rasa takut itu. Dengan pendampingan yang tepat, Bilqis bisa tumbuh tanpa beban, kembali bermain, dan bermimpi besar lagi.
Dan bagi kita semua, kisah ini adalah alarm moral — bahwa anak bukan komoditas, bukan barang dagangan, dan tidak ada alasan apa pun yang bisa membenarkan tindakan keji seperti menjual manusia, apalagi seorang anak kecil.
Penutup: Ketika Cinta Keluarga Menang atas Kejahatan
Kisah penculikan Bilqis mungkin sudah berakhir, tapi pesannya tak akan pernah hilang. Ini adalah kisah tentang cinta, keberanian, dan keajaiban kerja keras banyak orang — mulai dari polisi, masyarakat, hingga doa seorang ibu yang tak pernah berhenti.
Dari Makassar ke Yogyakarta hingga Jambi, kisah ini adalah bukti bahwa kebaikan masih menang, bahwa di dunia yang sering tampak kejam, ada cahaya kecil yang tetap menyala.
Bilqis kini pulang.
Dan untuk pertama kalinya dalam sepekan penuh air mata, Makassar bisa bernapas lega lagi.












