Portugal Tumbang di Dublin: Kekalahan Pahit, Kartu Merah Ronaldo, dan Asa yang Mulai Terancam

Dublin, Jumat dini hari, 14 November 2025, menjadi malam yang tak akan dilupakan Portugal—bukan karena kemenangan heroik atau permainan menawan, melainkan karena sebuah kekalahan yang pahit, penuh frustrasi, dan dibubuhi drama kartu merah Cristiano Ronaldo. Di Stadion Aviva yang bergolak di tengah sorakan publik Irlandia, Selecao das Quinas takluk 0-2 dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026.

Pertandingan ini awalnya terlihat menjanjikan bagi Portugal. Mereka tampil agresif, menekan, dan langsung mengancam sejak menit awal. Namun, sepanjang 90 menit, semuanya berubah menjadi kisah antiklimaks. Irlandia tampil penuh determinasi, bermain efisien, dan mengunci kemenangan krusial yang membuat klasemen Grup F memanas jelang laga terakhir.

Mari kita bahas semuanya—dengan gaya obrolan ringan ala Anderson Cooper, seolah kita sedang duduk menikmati kopi sambil membedah drama sepak bola dini hari tadi.

Awal Pertandingan: Portugal Menggebrak dari Menit Pertama

Kalau Anda menyaksikan laga ini sejak kickoff, Anda pasti setuju: Portugal datang dengan ambisi besar. Laga baru berjalan dua menit, dan Cristiano Ronaldo sudah menebar ancaman. Pemain berusia 40 tahun itu—yang masih menjadi tumpuan lini depan—melakukan penetrasi cepat dan mencoba menguji refleks Caoimhin Kelleher.

Sayangnya, kiper Liverpool itu tampil kokoh, membaca arah bola, dan menepis peluang tersebut dengan tenang. Sebuah momen yang seolah memberi sinyal: “Hei Portugal, tidak akan mudah buat kalian malam ini.”

Selecao das Quinas terus menekan. Diogo Dalot, Bernardo Silva, dan João Félix mencoba memecah blok pertahanan Irlandia melalui kombinasi umpan pendek dan tusukan cepat. Namun, tidak ada yang benar-benar lunak. Irlandia bermain disiplin, menunggu momen yang tepat, dan—seperti yang akan terjadi nanti—memanfaatkan setiap ruang kosong dengan sangat efektif.

Gol Pembuka: Irlandia Menggigit Duluan Lewat Troy Parrott

Meski ditekan, Irlandia justru menjadi yang pertama tersenyum. Pada menit ke-17, skema serangan mereka yang sederhana tetapi efektif berhasil membuka kebuntuan. Liam Scales memenangkan duel udara, menyundul bola ke area kotak penalti, dan di sana berdirilah Troy Parrott, sang penyerang muda yang sedang naik daun.

Tanpa banyak drama, Parrott menyambar bola dan menaklukkan Diogo Costa. Stadion Aviva langsung bergemuruh. Skor 1-0.

Portugal tampak terkejut. Mereka menguasai bola, tetapi Irlandia mengendalikan ruang. Dua hal yang berbeda, tapi pada malam itu, penguasaan ruang lebih menentukan.

Jual Beli Serangan: Portugal Menekan, Irlandia Menyakiti

Setelah tertinggal, Portugal mencoba meningkatkan intensitas. Tekanan mereka lebih agresif, terutama lewat sisi kanan yang diisi João Cancelo. Tetapi Irlandia tampil lebih lepas. Mereka mulai meladeni permainan terbuka, membalas serangan-serangan Portugal dengan transisi cepat.

Sekitar menit ke-37, Irlandia nyaris mencetak gol kedua. Chiedozie Ogbene, yang bermain sangat eksplosif sepanjang babak pertama, melepaskan sepakan yang membuat Diogo Costa cuma bisa menatap… karena bola malah membentur tiang gawang.

Aroma bahaya makin terasa. Portugal tersengat, tetapi tetap tidak menemukan ritme yang stabil.

Gol Kedua: Troy Parrott Menggandakan Penderitaan Portugal

Jika gol pertama membuat Portugal goyah, gol kedua menghancurkan momentum mereka sepenuhnya. Tepat jelang turun minum, Troy Parrott kembali jadi mimpi buruk.

Lewat serangan cepat yang khas Irlandia malam itu, Parrott menerima umpan matang dan kembali menaklukkan Costa. Dua gol. Dua sentuhan klinis. Dalam sekejap, Portugal tertinggal 0-2.

Dan di sini, Anda bisa merasakan suasana ruang ganti: frustrasi, tekanan, dan mungkin sedikit rasa tidak percaya.

Babak Kedua: Portugal Mengubah Strategi, Hasilnya? Nihil.

Roberto Martínez jelas tidak tinggal diam. Di awal babak kedua, ia melakukan beberapa pergantian untuk mencoba menyegarkan permainan. João Neves lebih banyak turun untuk menjemput bola, Bernardo Silva memperluas jangkauan area serang, dan João Félix mencari ruang di antara lini pertahanan Irlandia.

Tapi hasilnya? Portugal seperti menabrak tembok.

Irlandia menumpuk pemain di area bertahan, disiplin dalam marking, dan melakukan pressing situasional yang sangat efektif memotong aliran bola Portugal. Setiap serangan Portugal terasa berat, tersendat, dan terlalu mudah dibaca.

Lalu datanglah momen yang menjadi titik balik sekaligus titik runtuhnya harapan Portugal malam itu.

Kartu Merah Cristiano Ronaldo: Drama Besar di Aviva Stadium

Menit ke-60. Cristiano Ronaldo mencoba melakukan tekanan untuk merebut bola dari Dara O’Shea. Kontak terjadi. Wasit Glenn Nyberg awalnya mengangkat kartu kuning.

Tetapi kemudian ia mendapat panggilan dari VAR. Setelah menonton ulang insiden tersebut di monitor samping lapangan, keputusan diubah: kartu merah langsung.

Ronaldo—yang sudah puluhan tahun bermain di level tertinggi—tidak bisa menahan kekesalan. Ia bertepuk tangan sinis, menggerutu, dan meninggalkan lapangan dengan ekspresi penuh kekecewaan.

Tanpa kapten mereka, permainan Portugal semakin kacau. Serangan-serangan mereka kehilangan arah. Tempo permainan jadi monoton. Tekanan melemah.

Bagi Irlandia, ini seperti hadiah tambahan yang membuat 30 menit terakhir terasa jauh lebih mudah.

Portugal Tanpa Gol: Upaya Terakhir yang Tidak Membawa Hasil

Meski bermain dengan 10 orang, Portugal tetap mencoba menekan. Mereka memasukkan energi baru, mencoba kombinasi cepat, dan berharap bisa memperkecil ketertinggalan.

Tetapi setiap kali bola memasuki sepertiga akhir lapangan Irlandia, barisan belakang tuan rumah tampil solid. Collins, O’Shea, dan O’Brien menjaga area mereka tanpa kompromi. Kelleher juga tampil sangat fokus, memastikan tidak ada peluang liar yang bisa menjadi gol.

Hingga peluit panjang berbunyi, skor tetap 2-0 untuk Irlandia.

Selecao das Quinas pulang tanpa poin, tanpa gol, dan tanpa kapten mereka di laga pamungkas nanti.

Dampak Kekalahan: Kualifikasi Portugal Mulai Terancam

Kekalahan ini bukan hanya soal harga diri—ini soal peluang lolos. Portugal masih memimpin Grup F dengan 10 poin, tetapi tekanan kini datang dari dua sisi:

  1. Hongaria yang mengoleksi 8 poin
  2. Irlandia yang kini berada di angka 7 poin

Dengan satu laga tersisa, jarak ini terasa sangat tipis. Portugal masih favorit untuk lolos, tetapi mereka harus menghindari kesalahan serupa di laga terakhir—terutama tanpa kehadiran Cristiano Ronaldo.

Drama Grup F jelas belum selesai. Semua akan ditentukan pada pertandingan pamungkas.

Susunan Pemain: Panggung Dua Wajah

Irlandia

  1. Caoimhin Kelleher
  2. Nathan Collins
  3. Dara O’Shea
  4. Jake O’Brien
  5. Jack Taylor
  6. Josh Cullen
  7. Liam Scales
  8. Seamus Coleman
  9. Troy Parrott
  10. Finn Azaz
  11. Chiedozie Ogbene

Para pemain ini tampil seperti mesin: kompak, taktis, dan efisien.

Portugal

  1. Diogo Costa
  2. Gonçalo Inácio
  3. Ruben Dias
  4. Diogo Dalot
  5. João Cancelo
  6. Ruben Neves
  7. Vitinha
  8. João Neves
  9. Cristiano Ronaldo
  10. João Félix
  11. Bernardo Silva

Secara nama, Portugal terlihat lebih mewah. Namun sepak bola tidak pernah hanya soal nama. Dan Dublin malam itu membuktikannya.

Penutup: Malam Suram Portugal, Malam Emas Irlandia

Kalau ada yang berkata sepak bola itu kejam, pertandingan ini bisa menjadi salah satu contoh nyatanya. Portugal datang dengan ambisi, tetapi pulang dengan kekalahan, kartu merah, dan tekanan baru.

Irlandia, di sisi lain, menunjukkan bahwa determinasi sering kali lebih kuat daripada reputasi. Mereka bermain dengan hati, memanfaatkan peluang, dan meraih kemenangan besar di hadapan publik sendiri.

Masih ada satu pertandingan tersisa. Apa Portugal akan bangkit? Atau justru drama lain akan terjadi?

Apa pun itu, Grup F kini menjadi salah satu grup paling panas di Kualifikasi Piala Dunia 2026.

Dan satu hal yang pasti: dunia sepak bola kembali menunjukkan bahwa kejutan selalu mungkin terjadi—bahkan saat yang bertanding adalah Cristiano Ronaldo dan Portugal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *