Ketika Banjir Membawa Lebih dari Sekadar Air
Ada momen-momen tertentu ketika sebuah bencana alam tak hanya menyisakan kerusakan fisik, tetapi juga membuka tabir persoalan yang selama ini tersembunyi. Dan di tengah banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat, masyarakat tak hanya melihat rumah-rumah terendam atau jembatan yang hanyut. Mereka menyaksikan sesuatu yang jauh lebih mengkhawatirkan: gelondongan kayu raksasa yang ikut terseret arus.
Kayu-kayu itu bukan batang kecil atau ranting yang lazim terbawa banjir. Ini adalah gelondongan—besar, berat, dan jelas bukan berasal dari pepohonan yang tumbang secara alami.
Dan ketika temuan ini mulai viral di media sosial, publik bertanya:
“Dari mana kayu sebesar itu bisa muncul di tengah bencana?”
Pertanyaan itulah yang akhirnya mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tampil dalam konferensi pers pada 4 Desember 2025 untuk memberikan kejelasan awal.
Kapolri Bicara: Ada Dugaan Pelanggaran di Balik Kayu-Kayu Itu
Dalam konferensi pers tersebut, Listyo tidak berbicara dengan bahasa yang rumit atau bersayap. Ia langsung mengakui bahwa temuan kayu tersebut membuka pintu terhadap beberapa dugaan serius.
“Adanya temuan-temuan kayu yang diduga ada kaitannya dengan pelanggaran,” ujarnya.
Bahasanya mungkin diplomatis, tetapi nada bicara Listyo cukup jelas: ini bukan sekadar kayu hanyut biasa.
Ia menambahkan bahwa beberapa batang kayu terlihat sangat mencurigakan. Ada bekas potongan rapi—bukan robekan alam. Bukan patahan akibat terpaan arus. Tetapi bekas mesin.
“Kami dapati ada beberapa batang kayu yang ada bekas potongan dari mesin senso,” katanya.
Dan kalimat itu seakan langsung menyatukan potongan puzzle di kepala banyak orang.
Jika batang kayu dipotong rapi, itu berarti ada aktivitas sebelumnya.
Jika ada aktivitas sebelumnya, maka ada pihak yang melakukan.
Dan jika itu terjadi di kawasan hulu sungai, sementara kini terjadi banjir dan longsor, maka kaitannya dengan kerusakan lingkungan sulit untuk dibantah.
Namun, Kapolri menahan diri untuk tidak menyebut jenis pelanggaran tertentu. Ia tidak mau berspekulasi sebelum bukti lengkap terkumpul.
Bagaimanapun, penyelidikan sedang berjalan.
Kayu Gelondongan dan Banjir Bandang: Potongan Kisah yang Mengkhawatirkan
Ketika masyarakat menonton video amatir yang beredar dari Sibolga—yang memperlihatkan kayu-kayu raksasa tersapu arus banjir bandang—mereka langsung memahami sesuatu:
“Ini bukan banjir biasa.”
Batang kayu yang bergerak cepat, saling berbenturan, dan menghantam bangunan bukan hanya merusak, tetapi juga menimbulkan pertanyaan:
Apakah kayu ini bagian dari pembalakan liar?
Apakah ada penebangan besar-besaran di wilayah hulu sungai?
Apakah kerusakan lingkungan berperan dalam memperparah bencana?
Pertanyaan itulah yang kini menjadi fokus investigasi.
Kapolri menyebut bahwa temuan material kayu tersebut sedang dianalisis secara lebih mendalam oleh jajarannya. Dengan kata lain: masalah ini tidak akan berhenti pada dugaan semata.
“Kami dapati ada potensi-potensi yang harus kita tindaklanjuti karena memang ada dugaan-dugaan pelanggaran,” tambahnya.
Langkah Pertama Investigasi: Sibolga dan Sungai Batangtoru
Sibolga menjadi lokasi awal penyelidikan. Bukan tanpa alasan. Dari sana lah video-video viral itu bermula. Dan dari sanalah publik pertama kali melihat betapa masifnya kayu-kayu yang terbawa arus.
Penyidik kemudian bergerak ke titik yang dinilai menjadi sumber pergerakan kayu tersebut: Sungai Batangtoru.
Dua Daerah Aliran Sungai (DAS) langsung menjadi perhatian:
DAS Garoga
DAS Angoli
Personel diturunkan ke lokasi-lokasi itu untuk menyusuri aliran sungai dari hulu ke hilir, mencari bukti, jejak aktivitas manusia, dan kemungkinan titik-titik deforestasi ilegal.
Proses penyusuran DAS adalah pekerjaan intens dan melelahkan. Tidak ada jalur mudah. Tidak ada petunjuk siap pakai. Tetapi penyelidikan harus dilakukan karena kayu-kayu itu tidak jatuh dari langit. Mereka datang dari suatu tempat.
Polisi harus menemukan tempat itu.
Kolaborasi dengan Kementerian Kehutanan: Membuka Pemeriksaan Lebih Dalam
Listyo menegaskan bahwa penyelidikan tidak bisa dilakukan sendirian. Kerusakan lingkungan adalah isu kompleks yang menyentuh banyak sektor, mulai dari kehutanan, tata ruang, hingga pengawasan wilayah.
Oleh karena itu, ia memastikan bahwa kepolisian akan bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan serta tim dari satuan tugas terkait.
“Kami sudah turunkan personel dan kami akan bergabung dengan tim dari Kementerian Kehutanan dan juga tentu dengan satgas lain,” ungkapnya.
Ini menunjukkan bahwa penyelidikan telah meningkat menjadi investigasi multidisiplin. Tidak lagi sebatas pencarian kayu di lapangan, tetapi juga penelusuran dokumen, perizinan, dan pola aktivitas di kawasan hulu.
Dengan kata lain:
Tidak ada yang akan lolos dari pemeriksaan.
Bareskrim Turun Tangan: Dugaan Pembalakan Liar Mulai Diselidiki
Sebelum Kapolri memberikan konferensi pers, Bareskrim Polri ternyata sudah bergerak lebih dulu. Brigadir Jenderal Mohammad Irhamni, Direktur Tindak Pidana Tertentu, menyatakan bahwa tim telah diterjunkan untuk menyelidiki dugaan pembalakan liar di tiga provinsi terdampak:
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Irhamni tidak memberikan banyak detail, tetapi satu kata yang ia gunakan sudah cukup menggambarkan tingkat keseriusan penyelidikan:
“Sudah diselidiki.”
Artinya, investigasi tidak berada dalam tahap rencana, tetapi sudah berjalan di lapangan.
Dan mengingat pembalakan liar adalah salah satu kejahatan kehutanan dengan dampak jangka panjang terbesar, publik tampaknya menaruh harapan besar bahwa kasus ini akan ditangani dengan tegas.
Mengapa Temuan Kayu Gelondongan Ini Sangat Penting?
Untuk memahami betapa krusialnya kasus ini, kita perlu melihat gambaran yang lebih besar.
1. Kayu gelondongan bukan kayu biasa
Kayu yang terbawa banjir bukanlah sisa-sisa ranting atau pohon kecil yang tumbang karena cuaca buruk. Gelondongan berukuran besar hampir selalu merupakan hasil penebangan.
Dan ketika ada ratusan batang kayu terbawa arus, itu mengindikasikan skala aktivitas penebangan yang tidak kecil.
2. Kerusakan lingkungan berkontribusi pada bencana
Pembalakan liar membuat tanah di hulu sungai kehilangan penyangganya. Saat hujan deras turun, tanah menjadi rentan longsor, sungai tidak mampu menahan debit air, dan banjir bandang pun terjadi.
Ketika hulu rusak, hilir menanggung akibatnya.
3. Temuan ini bisa membuka jaringan pelanggaran besar
Penebangan ilegal jarang dilakukan oleh satu-dua orang. Biasanya melibatkan:
pemasok
operator alat
pemilik modal
jalur distribusi gelap
Artinya, jika penyelidikan berjalan serius, temuan kayu ini mungkin membuka pintu menuju pembongkaran kejahatan kehutanan yang lebih luas.
4. Masyarakat menuntut akuntabilitas
Video viral dari Sibolga telah membangkitkan kemarahan masyarakat. Publik kini menuntut jawaban:
Siapa yang bertanggung jawab?
Seberapa lama aktivitas itu terjadi?
Seberapa besar dampaknya pada banjir dan longsor?
Investigasi ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang kepercayaan publik terhadap pengelolaan lingkungan.
Bahaya yang Mengintai dari Kayu-Kayu Itu
Ketika gelondongan kayu terbawa banjir, bahayanya bukan sekadar menambah kekuatan arus. Kayu besar bisa:
menghancurkan rumah
merusak jembatan
memutus akses jalan
memperparah kerusakan fasilitas publik
Dalam banyak kasus banjir bandang, bukan hanya air yang menjadi ancaman terbesar—tetapi benda-benda besar yang dihanyutkan air.
Dan masyarakat Sibolga merasakan itu secara langsung.
Saat Penyidikan Berjalan, Publik Menunggu dengan Cemas
Meski penyelidikan sudah dimulai, ada rasa cemas yang terasa di tengah masyarakat. Publik ingin kepastian. Ingin kejelasan. Ingin melihat langkah nyata.
Apakah kayu-kayu itu akan membawa aparat pada aktor utama pembalakan liar?
Atau apakah kasus ini akan berakhir seperti banyak kasus sebelumnya—menghilang begitu saja setelah sorotan mereda?
Semua pertanyaan itu masih menggantung.
Yang jelas, kepolisian menyatakan komitmen bahwa penyelidikan tidak akan berhenti pada dugaan.
Kesimpulan Sementara: Masih Banyak yang Harus Diungkap
Dari apa yang disampaikan Kapolri, kita bisa menyimpulkan beberapa hal:
Ada dugaan pelanggaran lingkungan di balik temuan kayu gelondongan.
Beberapa batang kayu menunjukkan bekas potongan mesin, bukan kerusakan alami.
Penyelidikan sudah dilakukan di tiga provinsi: Aceh, Sumut, dan Sumbar.
Kepolisian bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan untuk memperdalam investigasi.
Sibolga menjadi titik fokus awal penyelidikan, dengan Sungai Batangtoru sebagai jalur utama penelusuran.
Namun, semuanya masih berada dalam tahap penyelidikan. Tidak ada kesimpulan final. Tidak ada tersangka. Tidak ada keputusan hukum.
Bencana banjir masih berlangsung. Kerusakan masih terlihat. Dan di tengah semua itu, masyarakat menanti jawaban.













