Barcelona kembali menunjukkan kelasnya di panggung Eropa. Bermain di Estadi Olímpic Lluís Companys, Selasa (21/10/2025) malam WIB, tim asuhan Hansi Flick membantai Olympiacos dengan skor telak 6-1 dalam lanjutan matchday ketiga Liga Champions 2025-2026. Tapi kemenangan besar ini bukan tanpa cerita — mulai dari kontroversi VAR, kartu merah, sampai gemilangnya para jebolan akademi La Masia yang kembali jadi sorotan dunia.
Barcelona Hujani Olympiacos Enam Gol Tanpa Ampun
Tanpa kehadiran Robert Lewandowski di lini depan, Barcelona tetap tampil menggila. Seolah kehilangan striker utama mereka justru jadi pemicu kreativitas di lini serang. Enam gol yang bersarang di gawang Olympiacos tercipta dari kaki tiga pemain berbeda — Fermin López, Lamine Yamal, dan Marcus Rashford — yang masing-masing tampil luar biasa malam itu.
Fermin membuka pesta gol di menit ke-7 lewat sepakan keras dari luar kotak penalti. Pemain muda jebolan La Masia itu seolah tak terbendung. Ia menambah dua gol lagi di menit ke-39 dan ke-76 untuk mencatatkan hattrick sempurna dalam pertandingan bergengsi ini.
Gol lain datang dari Lamine Yamal pada menit ke-68 melalui titik putih setelah drama panjang keputusan VAR, sementara Marcus Rashford yang baru masuk di babak kedua menambah dua gol cepat di menit ke-74 dan ke-79.
Sementara itu, satu-satunya gol hiburan Olympiacos dicetak oleh Ayoub El Kaabi di menit ke-53 melalui eksekusi penalti yang sempat memberi harapan tipis bagi tim asal Yunani itu. Tapi malam tetap milik Barcelona.
Kontroversi VAR: Ketika Teknologi Justru Memicu Drama
Kalau bicara tentang pertandingan ini, rasanya tak lengkap tanpa membahas satu nama: Urs Schnyder, wasit asal Swiss yang jadi pusat perhatian sepanjang laga. Pasalnya, keputusan-keputusan yang diambilnya—terutama yang melibatkan VAR—menjadi bahan perdebatan panjang, terutama bagi kubu Olympiacos.
Momen pertama datang ketika Olympiacos berhasil mencetak gol penyama lewat El Kaabi. Namun, gol tersebut dianulir oleh VAR karena dianggap offside. Ironisnya, dari tinjauan VAR yang sama, wasit justru memberikan penalti kepada Olympiacos karena pelanggaran sebelumnya di dalam kotak penalti.
Tak berhenti di situ. Kontroversi berikutnya terjadi di menit ke-57, saat Santiago Hezze mendapat kartu kuning kedua dan diusir dari lapangan. Insiden bermula ketika Hezze dan Marc Casado berbenturan. Casado jatuh sambil memegangi wajahnya, sementara dalam tayangan ulang, kontak antara keduanya terlihat sangat minim. Tapi keputusan wasit tak bisa diganggu gugat — VAR tak bisa mengintervensi situasi yang berhubungan dengan pemberian kartu kuning.
Kehilangan satu pemain tentu jadi pukulan telak bagi Olympiacos. Momentum pun berbalik sepenuhnya untuk Barcelona yang tampil makin dominan.
Drama Penalti Rashford dan Kekecewaan Tzolakis
Belum cukup sampai di situ, kontroversi kembali mewarnai laga di menit ke-68. Marcus Rashford, yang berupaya mengejar bola, terlihat terjatuh dalam duel dengan kiper Olympiacos, Konstantinos Tzolakis.
Awalnya, wasit Schnyder menunjuk ke arah gawang — tanda bahwa tidak ada pelanggaran. Tapi protes keras dari pemain-pemain Barcelona membuat VAR turun tangan. Wasit pun diminta meninjau ulang insiden di monitor pinggir lapangan.
Beberapa detik kemudian, keputusan berubah total. Schnyder menunjuk titik putih. Pemain Olympiacos pun mengamuk di lapangan, sementara Tzolakis terlihat menunduk kecewa, merasa tidak melakukan pelanggaran yang berarti.
Lamine Yamal yang jadi eksekutor tampil tenang. Pemain berusia 18 tahun itu menggulirkan bola pelan ke tengah gawang, mengecoh Tzolakis yang sudah terlanjur menjatuhkan diri. Skor pun berubah jadi 3-1, dan sejak saat itu, permainan sepenuhnya dikuasai Barcelona.
La Masia Kembali Jadi Tulang Punggung Blaugrana
Di tengah kemenangan besar itu, satu hal yang paling menarik perhatian adalah kontribusi para pemain muda jebolan akademi La Masia. Hansi Flick, yang kehilangan beberapa pemain senior akibat cedera dan padatnya jadwal pertandingan, memutuskan untuk memberikan kepercayaan besar kepada para pemain muda didikan akademi legendaris tersebut.
Dan hasilnya? Luar biasa.
Fermin López menjadi bintang utama dengan hattrick-nya. Pemain yang baru berusia 20 tahun itu tampil tanpa rasa takut, percaya diri menghadapi tekanan besar di Liga Champions. Ia bermain penuh determinasi dan cerdas dalam membaca ruang.
Selain Fermin, ada Lamine Yamal, sang wonderkid yang semakin matang. Selain mencetak gol lewat penalti, Yamal juga berperan besar dalam membangun serangan lewat kecepatan dan dribelnya yang menakutkan.
Dan jangan lupakan Dro Fernandez, pemain berdarah Filipina berusia 17 tahun, yang mencuri perhatian lewat permainan penuh energi. Meski baru tampil beberapa kali, Dro sukses mencatat satu assist untuk gol kedua Barcelona. Ia terlihat nyaman bermain di sistem yang diterapkan Flick, membuktikan bahwa darah La Masia masih mengalir kuat di skuad Blaugrana.
Flick dan Strategi Cerdas di Tengah Krisis Pemain
Kemenangan ini juga menjadi bukti kejeniusan taktik Hansi Flick. Dengan banyaknya pemain senior absen, pelatih asal Jerman itu harus memutar otak untuk meramu tim yang kompetitif. Ia tak ragu menurunkan pemain-pemain muda dalam laga penting seperti ini, sesuatu yang tak semua pelatih berani lakukan.
Flick menerapkan pressing tinggi dan permainan cepat khas Barcelona, tapi dengan sedikit sentuhan berbeda. Ia memanfaatkan kecepatan Yamal dan Rashford untuk memecah pertahanan Olympiacos yang bermain cukup rapat di awal laga. Sementara di lini tengah, kombinasi antara pengalaman dan energi muda berhasil menjaga tempo permainan.
Keputusan itu terbukti tepat. Barcelona bukan hanya menang besar, tapi juga tampil dengan gaya bermain yang menghibur — sesuatu yang sudah lama dirindukan fans sejak era Pep Guardiola.
Olympiacos: Korban Keputusan dan Mental yang Ambruk
Bagi Olympiacos, laga ini terasa seperti mimpi buruk. Bukan hanya karena kalah telak, tapi juga karena keputusan-keputusan wasit yang mereka anggap tidak adil.
Pelatih mereka bahkan terlihat frustrasi di pinggir lapangan, beberapa kali berdebat dengan ofisial keempat. Setelah kartu merah Hezze dan penalti kontroversial Rashford, semangat tim asal Yunani itu seolah menguap. Mereka mulai kehilangan fokus dan akhirnya kewalahan menghadapi gelombang serangan Barcelona.
Meski sempat mencetak satu gol, pertahanan Olympiacos seperti runtuh di 15 menit terakhir pertandingan. Dua gol cepat dari Rashford menutup peluang mereka untuk bangkit.
Kemenangan Telak yang Penuh Makna
Skor 6-1 ini bukan hanya sekadar tiga poin bagi Barcelona. Ini adalah pernyataan tegas bahwa mereka masih menjadi kekuatan besar di Eropa, bahkan tanpa beberapa pemain senior. Kemenangan ini juga menegaskan kembalinya DNA La Masia — keberanian, teknik tinggi, dan semangat pantang menyerah.
Para penggemar di tribun pun tampak puas. Mereka bersorak setiap kali pemain muda seperti Fermin, Yamal, atau Dro menyentuh bola. Sorakan “La Masia, La Masia!” terdengar di seluruh stadion, seolah menegaskan kebanggaan atas regenerasi yang tengah berjalan.
Kesimpulan: VAR Boleh Kontroversial, Tapi Barcelona Tak Terbantahkan
Meski kemenangan ini dibumbui kontroversi VAR, tak bisa dipungkiri bahwa Barcelona memang tampil lebih baik dalam segala aspek. Dari penguasaan bola, efektivitas serangan, hingga determinasi para pemain mudanya — semua berjalan nyaris sempurna.
Hansi Flick mungkin masih dalam proses membangun kembali era kejayaan Blaugrana, tapi malam di Estadi Olímpic Lluís Companys ini menunjukkan satu hal: masa depan Barcelona terlihat cerah, dan semuanya berawal dari La Masia.