Berita  

Anggaran Pemulihan Aceh, Sumut, dan Sumbar Tembus Puluhan Triliun: Paparan BNPB dalam Rapat Terbatas Bersama Presiden Prabowo

Anggaran Pemulihan Aceh, Sumut, dan Sumbar Tembus Puluhan Triliun Paparan BNPB dalam Rapat Terbatas Bersama Presiden Prabowo
Anggaran Pemulihan Aceh, Sumut, dan Sumbar Tembus Puluhan Triliun Paparan BNPB dalam Rapat Terbatas Bersama Presiden Prabowo

Kalau Anda pernah melihat bagaimana sebuah negara bangkit setelah bencana besar, Anda pasti tahu bahwa di balik layar selalu ada hitung-hitungan serius, tumpukan data, dan keputusan yang harus dibuat cepat tapi tetap akurat. Nah, persis itulah yang terjadi ketika Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, duduk di meja rapat terbatas bersama Presiden RI Prabowo Subianto pada Minggu, 7 Desember.

Dengan suara tegas namun tenang—seperti biasanya—Suharyanto memaparkan penghitungan sementara biaya pemulihan untuk Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Ketiga provinsi ini baru saja diterpa banjir dan longsor yang meninggalkan kerusakan masif. Dan angka-angka yang dipaparkannya… bukan angka kecil.

Mari kita bedah satu per satu, dalam gaya bercerita yang membuat Anda seperti duduk di ruangan itu juga.

Kerusakan Parah di Aceh: Pemulihan Diperkirakan Butuh Rp25,41 Triliun

Saat giliran bicara tentang Aceh, nada Suharyanto terdengar lebih berat. Wajar saja—kerusakan di provinsi ini memang luar biasa.

Menurut penghitungan sementara BNPB per Minggu, 7 Desember, dibutuhkan Rp25,41 triliun hanya untuk memulihkan Aceh agar kembali seperti sebelum bencana. Angka itu seperti menggaung di ruangan rapat—besar, mendesak, dan tak bisa ditunda.

Di balik angka itu, ada fakta lebih memilukan: 37.546 unit rumah masyarakat rusak akibat banjir dan longsor yang menyapu berbagai wilayah Aceh.

Suharyanto merinci bahwa kerusakan rumah dibagi menjadi tiga kategori:

  • Rusak berat – rumah-rumah yang benar-benar hilang tersapu banjir.
  • Rusak sedang – rumah masih berdiri, tapi membutuhkan perbaikan signifikan.
  • Rusak ringan – kerusakan yang masih bisa diperbaiki tanpa rekonstruksi besar.

Dengan gamblang ia mengatakan:

“Rusak berat, ini seperti hilang tersapu banjir, kemudian rusak sedang dan ringan. Kami menentukan rusak ringan dan sedang ada kriterianya.”

Bayangkan, puluhan ribu keluarga harus memulai semuanya dari awal. Dan itulah mengapa dana puluhan triliun ini bukan sekadar angka—melainkan kebutuhan nyata.

Sumatera Utara: Rehabilitasi dan Rekonstruksi Mencapai Rp12,88 Triliun

Setelah menyampaikan kondisi Aceh, Suharyanto melanjutkan pemaparannya mengenai Sumatera Utara. Lagi-lagi, data sementara yang ia sebutkan membuat semua orang di ruangan harus menarik napas panjang.

Menurut BNPB per Minggu, 7 Desember, dana yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi di Sumut mencapai Rp12,88 triliun.

Jumlah ini bisa berubah sewaktu-waktu, karena BNPB terus memverifikasi dan memperbarui data kerusakan di lapangan. Suharyanto menegaskan hal ini dengan kalimat sederhana namun jelas:

“Tentu saja data ini masih terus kami perbaiki terus menerus.”

Meski belum final, angka tersebut cukup menggambarkan skala bencana yang menimpa Sumut—mulai dari infrastruktur yang rusak, rumah yang hancur, hingga berbagai fasilitas vital yang lumpuh.

Sumatera Barat Tidak Lebih Ringan: Pemulihan Diperkirakan Rp13,52 Triliun

Provinsi terakhir yang dibahas adalah Sumatera Barat. Dan meski tidak sebesar Aceh, kerusakannya tetap memerlukan anggaran pemulihan yang tak kalah fantastis: Rp13,52 triliun.

Suharyanto menyebut bahwa jumlah ini merupakan hasil penghitungan sementara dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU), yang melakukan analisis kerusakan fisik di wilayah terdampak.

Ia menjelaskan:

“Hasil penghitungan sementara dari Kementerian PU untuk memulihkan ke sebelum terjadi bencana atau menjadi lebih baik, ini membutuhkan anggaran Rp13,52 triliun.”

Pernyataan itu menegaskan bahwa target pemulihan bukan hanya “kembali seperti semula”, tetapi bahkan bisa “lebih baik” dari kondisi sebelum bencana—sebuah harapan di tengah situasi sulit.

Mengapa Angka-Angka Ini Penting?

Mungkin sebagian dari Anda bertanya-tanya: Kenapa BNPB harus memaparkan angka-angka ini sedetail itu dalam rapat terbatas?

Jawabannya sederhana: tanpa angka, tidak ada kebijakan. Tanpa hitungan konkret, tidak ada anggaran. Dan tanpa anggaran, proses pemulihan akan terhenti.

Anggaran pemulihan bukan hanya untuk membangun rumah. Ia mencakup:

  • Infrastruktur jalan yang hancur
  • Jembatan yang terputus
  • Fasilitas umum yang rusak
  • Bantuan sosial untuk warga
  • Rehabilitasi lingkungan
  • Rekonstruksi fasilitas vital
  • Dan banyak aspek teknis lain yang sering luput dari perhatian publik

Jadi ketika Suharyanto menyebut angka yang mencapai lebih dari Rp50 triliun jika digabungkan, itu bukan sekadar laporan. Itu adalah dasar bagi pemerintah untuk bergerak cepat.

Dinamika dalam Rapat Terbatas: Mengambil Keputusan di Tengah Krisis

Kita tidak punya detail percakapan dalam rapat tersebut—karena memang tidak disebutkan dalam sumber. Namun jika melihat pola kerja pemerintah dalam situasi darurat, rapat terbatas seperti ini biasanya penuh keputusan cepat:

  • Penentuan skala prioritas
  • Arah kebijakan pemulihan jangka pendek dan panjang
  • Koordinasi antar lembaga
  • Penyusunan strategi pendanaan

Dan tentu saja, BNPB selalu menjadi garda terdepan ketika bicara soal bencana.

Di bawah komando Suharyanto, seorang perwira tinggi dengan pengalaman komando di berbagai daerah, BNPB bekerja dengan pendekatan sistematis—mengumpulkan data, menghitung kebutuhan, dan menyampaikannya langsung kepada Presiden.

Tantangan Besar dalam Pemulihan Tiga Provinsi

Jika kita bicara soal pemulihan Aceh, Sumut, dan Sumbar, ada beberapa tantangan besar yang hampir pasti akan dihadapi:

1. Luasnya Area yang Terdampak

Ketiga provinsi ini memiliki wilayah yang sangat luas. Kerusakan tidak terjadi di satu titik, tetapi tersebar di berbagai kabupaten.

2. Infrastruktur yang Lumpuh

Banjir dan longsor sering memutus akses jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya. Pemulihan infrastruktur biasanya memakan biaya terbesar.

3. Banyaknya Rumah Rusak

Dengan puluhan ribu rumah rusak hanya di Aceh, logistik pemulihan jelas menjadi tantangan tersendiri.

4. Proses Verifikasi Data

BNPB selalu menekankan bahwa data selalu diperbarui. Artinya, angka-angka ini bisa naik seiring temuan kerusakan baru.

5. Cuaca dan Kondisi Alam

Di banyak kasus, cuaca ekstrem bisa menghambat proses rehabilitasi dan rekonstruksi.

Namun seperti kata Suharyanto, proses penghitungan ini tetap dilakukan dengan cermat agar pemulihan tidak salah arah.

BNPB di Bawah Suharyanto: Fokus, Sistematis, dan Transparan

Satu hal yang terlihat konsisten dalam pernyataan Suharyanto adalah keterbukaan data. Ia tidak hanya menyebut angka, tapi juga menegaskan bahwa penghitungan akan terus diperbarui.

Dengan latar belakang sebagai alumnus Akmil 1989 dan mantan Pangdam V Brawijaya, Suharyanto punya gaya komunikasi yang lugas, struktur kerja yang disiplin, dan cara pandang yang fokus pada solusi.

Dalam situasi bencana, ciri-ciri seperti ini sangat diperlukan.

Kesimpulan: Biaya Besar, Tanggung Jawab Besar, dan Harapan Baru

Pemulihan Aceh, Sumut, dan Sumbar dari bencana banjir dan longsor jelas membutuhkan waktu panjang. Angka puluhan triliun yang dipaparkan BNPB bukan hanya gambaran kerusakan fisik, tetapi juga besarnya kebutuhan untuk memulihkan kehidupan masyarakat.

Dari rumah yang hanyut, jembatan yang terputus, hingga fasilitas publik yang rusak parah—semuanya membutuhkan perencanaan dan pendanaan yang matang.

Dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo, Suharyanto sudah memberikan landasan kuat untuk memulai proses ini. Dan meski angka ini masih sementara, satu hal yang pasti: pemerintah tidak tinggal diam.

Pemulihan bukan hanya soal membangun kembali, tetapi juga memastikan bahwa masyarakat bisa bangkit lebih kuat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *