“HARI Pendidikan Nasional seharusnya menjadi momentum reflektif bagi bangsa untuk mengevaluasi dan memperbaharui komitmen terhadap masa depan generasi, terutama anak usia dini. Namun, di tengah gegap gempita peringatan seremonial, kita justru dihadapkan pada realitas yang ironis yakni apatisme sosial terhadap esensi pendidikan anak usia dini yang semakin meresahkan. Masyarakat memandang pendidikan anak usia dini hanya sebagai tempat penitipan anak sementara, bukan sebagai ruang awal pembentukan karakter, nilai, dan fondasi belajar yang sesungguhnya. Ketika kesadaran kolektif tentang pentingnya pendidikan anak usia dini digantikan oleh pragmatism harian, maka kita sedang menggiring masa depan bangsa ke arah kerapuhan struktural yang tak kasat mata.
Pendidikan Anak di Usia Dini PAUD/TK Bukan sebuah Taman Anak-anak, Tapi Pintu Gerbang Peradaban
Orang tua seharusnya menjadi cermin bagi anak-anaknya. Akan tetapi, banyak dari mereka terlalu sibuk mengejar produktivitas ekonomi hingga lupa bahwa pendidikan anak usia dini bukan bisa didelegasikan sepenuhnya pada lembaga. Di usia emasnya, anak membutuhkan perhatian, dialog, dan kehadiran emosional orang tua. Ketika orang tua hanya bertanya “tadi makan apa di sekolah?” tanpa pernah menanyakan “apa yang kamu rasakan dan pelajari hari ini?”
Ajukan pertanyaan sesuai usia anak). Maka, yang dibangun bukanlah manusia utuh, melainkan individu yang tumbuh dengan kekosongan makna.
Apatisme sosial bermula dari keluarga. Tanpa kesadaran orang tua sebagai pendidik pertama, maka pendidikan formal akan pincang, sekuat apapun kurikulum dan metode yang diajarkan.
Negara Harus Hadir: Bukan hanya Pada Hari-Hari Besar Hari Pendidikan Nasional Tak cukup diperingati dengan pidato dan jargon yang membosankan. Negara harus hadir secara nyata, bukan hanya dengan regulasi, tetapi melalui keberpihakan anggaran, pelatihan guru, dan pengawasan mutu yang berkelanjutan. Saat ini, banyak guru PAUD/TK bergaji di bawah upah layak, bekerja dalam sistem yang tidak stabil, dan minim pelatihan. Bagaimana kita bisa berharap lahirnya anak-anak kritis, kreatif, dan berkarakter, jika gurunya sendiri tidak diberi ruang tumbuh dan dihargai secara layak? Negara yang besar bukan karena hanya jalan tol dan gedung-gedung yang tinggi, tetapi karena mampu menjaga kualitas pendidikan sejak usia dini.
Pendidikan Budaya dan Pelatihan Budaya harus hadir di era Perubahan Globalisasi ini.
Sebab anak-anak lebih sering terpapar konten media dari pada interaksi bermakna. Ironisnya, pendidikan anak cukup diserahkan pada layer dan hiburan.
Hari Pendidikan Nasional seharusnya menjadi panggilan bagi seluruh media untuk mengambil peran edukatif, bukan sekadar konsumtif. Budaya popular yang memuja kecepatan, prestasi instan, dan kecantikan permukaan telah menggusur nilai-nilai dasar seperti empati, ketekunan, dan kolaborasi. Hal ini adalah bentuk apatisme budaya yang tak disadari, namun dampaknya jauh lebih destruktif dari yang kita banyangkan.
Bergerak Bersama dari Keluarga, Sekolah hingga Masyarakat
Pendidikan anak usia dini adalah tanggung jawab kolektif. Tidak cukup jika hanya guru yang peduli, atau hanya segelintir sekolah yang berkomitmen. Hari Pendidikan Nasional harus menjadi seruan aksi bersama; memperkuat kerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan anak usia dini harus menjadi pusat komunitas, bukan sekadar tempat menitip anak. Tetangga, tokoh masyarakat, pemuda, bahkan pelaku usaha perlu sadar bahwa masa depan bangsa duduk bersila di ruang-ruang kelas kecil itu.
Jika kita masih memandang anak-anak sebagai beban domestik, bukan individu peradaban, maka Hari Pendidikan Nasional hanya akan menjadi rutinitas tahunan yang kehilangan makna.
Jika bangsa ini ingin mencetak generasi yang unggul, maka pendidikan anak usia dini harus diletakkan di garda terdepan. Bukan sebagai penitipan, tapi sebagai fondasi. Bukan sebagai beban, tapi sebagai kehormatan. Mari kita cabut akar apatisme sosial itu, mulailah dari diri kita sendiri. Karena tidak ada pendidikan bermutu tanpa kesadaran kolektif bahwa anak-anak hari ini adalah arsitek masa depan yang harus kita jaga cinta, ilmu, dan komitmen.